Cari Blog Ini

Sabtu, 14 Agustus 2010

MORATORIUM PERTAMBANGAN BATU BARA DAN PENOLAKAN KALTIM



           Provinsi Kalimantan Timur menolak permintaan pemberlakuan moratorium izin pertambangan batu bara di seluruh wilayah kota/kabupatennya. Penghentian aktifitas pertambangan batu bara dikhawatirkan berdampak negatif terhadap perekonomian daerah dan nasional kedepannya.
            Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak menyatakan menolak moratorium pertambangan batu bara, hal itu dikarenakan pentingnya industri pertambangan batu bara bagi kepentingan Kalimantan Timur dan Indonesia pada umumnya. Sejumlah kota/kabupaten di Kalimantan Timur sangat tergantung pendapatan daerahnya dari perimbangan keuangan sektor bagi hasil pertambangan batu bara. Moratorium tidak dilakukan karena berbagai pertimbangan, di antaranya bergairahnya ekonomi warga sekitar dan perusahaan pertambangan menyerap banyak tenaga kerja. Selanjutnya setiap perusahaan memiliki kewajiban corporate social responsibility (CSR) untuk pemenuhan kebutuhan social masyarakat seperti perbaikan jalan, pengadaan air bersih, pembinaan organisasi kemasyarakatan dan lain-lain.
            Kedepannya, Awang mengaku akan memberikan penekanan terhadap pelaksanaan reklamasi lingkungan di kawasan bekas pertambangan batu bara. Perusahaan tambang batu bara, menurutnya harus memenuhi kewajibannya dalam merehabilitasi kembali lokasi pertambangan. Disamping itu pula, Awang mengaku pentingnya peningkatan pengawasan dari aparatur penegak hukum pada aktifitas pertambangan batu bara. Polisi diminta memberikan sanksi tegas bagi perusahaan tambang batu bara yang terbukti merusak lingkungan.  “Akan ada penataran bagi jaksa, polisi dan tentara dalam pengawasan tambang batu bara. Sanksinya juga harus tegas dengan hukuman penjara dan tidak dengan denda saja,” paparnya.  Sikap Kalimantan Timur ini merupakan jawaban tegas atas desakan dari sejumlah kalangan yang menginginkan moratorium pertambangan batu bara.
            Alasan Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) dan beberapa kalangan yang menginginkan moratorium tersebut yaitu agar Provinsi Kalimantan Timur diharapkan mampu mengendalikan kerusakan lingkungan yang terjadi pada 6 juta hektar lahan kritis dengan moratorium pertambangan batu bara.  Kemudian diperkuat dengan fakta bahwa produksi batu bara di Kalimantan Timur mencapai 215 juta metrik ton per tahun namun hanya 1,2 persen diantaranya untuk kebutuhan lokal.  Menurut beberapa pihak, hal ini berarti keberadaan pertambangan batu bara masih sangat kurang kotribusinya bagi pembangunan di Kalimantan Timur karena hanya 1,2 persen saja yang disisihkan untuk kepentingan dan kebutuhan lokal.  Setidaknya perusahaan pertambangan batu bara jika memang bersungguh-sungguh ingin membangun daerah mampu menyisihkan 30 persen hasilnya untuk menunjang kebutuhan lokal.


Jumat, 13 Agustus 2010

Kondisi Pendidikan di Kampung Empas

Kampung Empas ada dan berdiri sejak tahun 1936 dimana pada waktu itu masyarakat masih tinggal di “Lamin” yang dibangun secara bergotong royong.  Penduduk Kampung Empas sudah mengenal pendidikan formal sejak beberapa tahun silam yaitu sekitar tahun 1946.  Pada waktu itu masyarakat Kampung Empas mendirikan “Rumah Sekolah” secara swadaya untuk kepentingan pendidikan warga Kampung Empas.  Kemudian sekitar ± 10 tahun kemudian yaitu pada sekitar tahun 1956 sekolah yang didirikan secara swadaya masyarakat tersebut berubah namanya menjadi “Sekolah Rakyat” dan semakin banyak masyarakat yang berminat untuk belajar di sekolah tersebut.
                 Setelah itu pada sekitar tahun 1966 sudah ada beberapa anak-anak yang melanjutkan pendidikan di SMP  (Sekolah Menengah Pertama) yang pada waktu itu bangunan SMP hanya terdapat di ibukota kecamatan saja yaitu di Kecamatan Melak.  Seiring waktu berjalan ± 10 tahun selanjutnya semakin banyak anak-anak dari Kampung Empas yang melanjutkan pendidikan di SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) yang ada di Kecamatan Melak, sampai ada yang melanjutkan pendidikannya di tingkatan Perguruan Tinggi.
                 Pendidikan di Kampung Empas bukanlah hal yang baru bagi warga, ini terbukti dengan tingginya kesadaran warga menyekolahkan anaknya yang sudah berusia sekolah.  Namun sangat disayangkan pada beberapa tahun silam sebelum pemakaran wilayah menjadi Kabupaten Kutai Barat, pihak pemerintah mengalami keterbatasan sarana dan prasarana seta dana untuk bidang pendidikan sehingga proses belajar mengajar pada waktu itu belum bisa berjalan dengan lancar, hal ini terbukti selama sebelum pemekaran wilayah, bangunan sekolah yang sudah berumur cukup tua dan sudah kurang layak belum mendapatkan perhatian khusus untuk diperbaiki atau direnovasi, baru setelah tahun 1999 setelah pemekaran wilayah pihak sekolah sedikit demi sedikit mendapat bantuan dari pihak pemerintah kabupaten, disamping itu dengan masuknya perusahaan pertambangan batubara juga  memberi bantuan untuk menunjang kelancaran pendidikan. 
                 Fasilitas pendidikan di Kampung Empas hingga sekarang sudah bisa dikatakan cukup baik, saat ini terdapat 1 bangunan SD (Sekolah Dasar) dan 1 bangunan TK (Taman Kanak-kanak).  Dengan 1 bangunan Sekolah Dasar dan 1 bangunan Taman Kanak-kanak tersebut sudah dapat mengcover kebutuhan pendidikan untuk anak usia 6 – 12 tahun yaitu anak usia Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar karena jumlah siswa Taman Kanak-kanak saat ini hanya sekitar 30 orang dan siswa sekolah dasar hanya sekitar 120 orang.  Untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya seperti tingkatan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) dan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) memang tidak tersedia di Kampung Empas dan untuk saat ini memang tidak perlu dibangun bangunan SLTP dan SLTA karena jumlah siswa yang menempuh jenjang pendidikan SLTP dan SLTA masing-masing tidak mencapai 100 siswa sehingga tidak perlu dibangun bangunan SLTP dan SLTA di Kampung Empas karena tidak sesuai kebutuhan warga.  Disamping itu  juga fasilitas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP dan SLTA sudah tersedia Kecamatan Sekolaq Darat yang berbatasan langsung dengan Kampung Empas yaitu sekitar ± 6 Km, di Kecamatan Melak yaitu sekitar ± 12 Km dan di Ibukota Kabupaten yaitu sekitar ± 16 Km yang dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor masing-masing tidak lebih dari 30 menit.  Saat ini setiap siswa SLTP dan SLTA di Kampung Empas rata-rata menggunakan kendaraan bermotor untuk transportasi ke sekolah sehingga untuk menempuh jarak ke sekolahnya masing-masing tidaklah menjadi masalah.  Didukung lagi dengan sarana jalan ke Kampung Empas yang saat ini sudah diadakan pengaspalan sekitar ± 90 % oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat sehingga meskipun hujan warga tidak lagi kesulitan harus menempuh perjalanan melalui jalan yang kondisinya rusak seperti beberapa tahun silam sebelum pemekaran wilayah.  Sedangkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi juga tersedia fasilitasnya di Ibukota Kabupaten Kutai Barat yaitu pada Politeknik Sendawar Kutai Barat. Selain itu juga sebagian warga ada yang melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Ibukota Propinsi dan di luar pulau Kalimantan.