Cari Blog Ini

Gambaran Masyarakat Sekitar Hutan

Menurut Paul B. Horton & C. Hunt,  masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.
Mac Iver & Page mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem dari kebiasaan dan tata-cara, dari wewenang dan kerjasama antar berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Sedangkan Ralph Linton mengatakan bahwa masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang bertempat tinggal atau bermukim di dalam dan sekitar hutan, baik berupa kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa keluarga saja atau yang telah membentuk suku, dusun ataupun desa dimana masih ada interaksi yang cukup kuat antara kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dengan lingkungan hutan (Anonim, 1990).  Masyarakat perdesaan di sekitar hutan, adalah masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan, kesejahteraan, inisiasi dan daya kreasi yang relatif rendah. Budaya nrimo dan sikap fatalis menjadikan masyarakat yang selalu tersubordinasikan oleh sistem ini menjadi sulit untuk bisa berdaya (Sutaryono, 2008).
Berbicara mengenai masyarakat dalam peraturan perundang-undangan kehutanan sebagaimana termuat dalam beberapa kebijakan masa lampau digambarkan sebagai berikut :
1.      Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 677/Kpts-II/1998 Tentang Hutan Kemasyarakatan, Pasal 1(7) : Masyarakat Setempat adalah kelompok-kelompok orang warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan memiliki ciri sebagai suatu komunitas, baik oleh karena kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang berkait dengan hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal bersama, maupun oleh karena faktor ikatan komunitas lainnya.
2.      Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 31/Kpts-II/2001 Tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan, Pasal 1 (7) : Masyarakat Setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan, yang membentuk komunitas, yang didasarkan pada kesamaan mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama.
3.      Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 01/Menhut-II/2004 Tentang Pemberdayaan Mesyarakat Setempat di dalam dan atau sekitar hutan dalam rangka Social Forestry, Pasal 1 (3) : Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal didalam dan atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas social didasarkan pada mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahaan, keterikatan tempat tinggal serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan.
4.       Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.37/Menhut-II/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan, Pasal 1 (4) : Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
           Masyarakat setempat diartikan pula sebagai “masyarakat di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan”.  Hal itu sebagaimana termuat dalam keputusan Menteri Kehutanan No. 691/Kpts-II/91, tentang Peranan Pemegang Hak Pengusahaan Hutan dalam Pembinaan Masyarakat di Dalam dan di Sekitar Hutan : “Masyarakat didalam dan disekitar hutan adalah kelompok-kelompok masyarakat baik yang berada didalam hutan maupun dipedesaan sekitar hutan”.  Perbedaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dengan masyarakat hukum adat terletak pada acuan kekuasaan. Masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan mengacu pada hukum negara, sedangkan masyarakat hukum adat mengacu pada hukum adat masyarakat yang bersangkutan dan bukan pada hukum negara/nasional. Istilah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan ini seringkali disebut pula sebagai “masyarakat setempat”, sebagaimana halnya penduduk asli “indigenous people” (Anonim, 2009).